Kamis, 22 Mei 2008

postmatur

KEHAMILAN DAN PERSALINAN POSTMATUR
Beragam istilah digunakan untuk menggamabrkan kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persainan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
A. Frekuensi kejadian
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan. Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan Bidan harus tetap siaga pada reabilitas TP tersebut.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
B. Etiologi.
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Faktor Resiko
Peningkatan resiko terkait dengan kehamilan lewat bulan diperkirakan berkaitan dengan insufiensi uteroplasenta, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia janin ( clausson,1999). Suatu penanda terkait dan faktor resiko untuk kehimalan lewat bulan adalah volume cairan amnion yang menurun drastis pada beberapa minggu kehamilan. Penurunan volume cairan amnion mungkin terkait pada penurunan fungsi plasenta, disebabkan oleh tekanan pada tali pusat, terutama selama periode intrapartum ( Campbell,M.K,1997). Volume cairan amnion yang rendah juga dikaitkan dengan beberapa kasus cairan bercampur mekonium kental ( karena lebih sedikit cairan untuk melarutkan mekonium yang dikeluarkan), yang pada neonatus menimbulkan masalah pneumonia akibat aspirasi mekonium. Terjadi penurunan lemak subkutan pada beberapa janin lewat bulan, sedangkan janin yang lain kemungkinan besar mengalami makrosomia. Hasil yang sangat bertolak belakang tersebut dikarenakan banyak faktor yang menyebabkan kehamilan yang melebihi 42 minggu.
Pemahaman antara anatomi dan fisiologi servik akan membatu bidan dalam menimbang penatalaksanaan yang lebih aktif untuk kehamilan lewat bulan. Kematangan servik diketahui berhubungan dengan kseiapan jalan lahir setelah timbul tanda persalinan oleh karena itu merupakan tanda penting bagi bidan.
Diagnosis
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plasenta.
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
D. Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
· Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
· Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

E. Pendekatan penataksanaan kehamilan lewat bulan: Antisipasi Versus Aktif.
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Masing masing pendekatan ini dipilih oleh wanita maupun bidan, dan pedoman praktik klinis untuk kehamilan lewat bulan harus dikaji kembali oleh wanita dan keluarganya guna mencapai kesepakatan dan mencegah kesalahpahaman.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri yang dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini. Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Namun sebelum melakukan penatalaksanaan apapun, wanita dan keluarganya perlu memahami resiko dan manfaat pemantauan cermat terhadap proses cermat dan intervensi. Mereka harus memahami bahwa induksi persalinan tidak semudah kedengarannya. Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. Bidan memiliki tanggung jawab memberitahu tentang resiko tersebut, mendokumentasikan diskusi tentang hal tersebut pada catatan pasien. Sebaliknya wanita juga harus mengetahui bahwa kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Setiap bidan harus memahami panduan praktik yang berlaku di lingkungan kliniknya dan mampu menjelaskan pada wanita dalam perawatan mereka. Pada usia kehamilan 40 minggu umumnya wanita semakin tidak nyaman dan kelelahan dan menggannggu secara emosional. Masalah ini merupakan indikator perlunya dukungan bukan induksi persalinan. Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1. Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus. Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)

b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)

3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.

Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.

2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan. Pilihan waktu penatalaksanaan atif yang ditentukan oleh wanita yang kehamilannya lewat bulan menggunakan variabel yang harus mendapat pertimbangan cermat.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinanDiagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia, hipovolemia, asidosis, sindrom gawat napas, hipoglikemia, hipofungsi adrenal.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan


RESUME
KELAINAN DALAM LAMANYA KEHAMILAN
POSTMATUR
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV dosen pengampu : Ibu Ropitasari, S.SiT

Disusun Oleh:
Apri Sulistianingsih R0106003

FAKULTAS KEDOKTERAN
PRODI D IV- KEBIDANAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2008

Minggu, 18 Mei 2008

tugas epid kel1

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menentukan keberhasilan suatu negara akan suatu proses pembangunannya diperlukan suatu indikator indikator secara menyeluruh dari berbagai aspek. Hal ini di lakukan karena proses pembangunan akan sangat berkaitan satu dengan yang lain yang akan membawa dampak secara menyeluruh.
Indikator -indikator yang di tetapkan meliputi
.
BAB II
ISI
A. Definisi Indikator
· Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981).
· Indikator adalah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif dan berimbang terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat (Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika serikat, 1969).
Dari definisi tersebut jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status yang memungkinkan dilakukannnya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitaif, dan umumnya terdiri atas pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur sedangkan penyebut yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran bersiko dalam kejadian yang bersangkutan.
B. Persyaratan Indikator
Persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan indikator meliputi
a. S (Simple) : Sederhana, artinya indikator yang ditetapkan sedapat mungkin sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam rumus perhitungan.
b. M (Measurable) : Dapat diukur, artinya indikator yang ditetapkan harus mempresentasikan informasi dan jelas ukurannya.
c. A (Atributtable) : Bermanfaat, artinya indikator yang ditetapkan harus bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.
d. R (Reliable) : Dapat dipercaya, artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar, dan teliti.
e. T (Timely) : Tepat waktu, artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan dan pengolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.
C. Jenis Indikator
Jenis indikator meliputi:
1. Indikator absolut: Adalah indikator yang berupa pembilang saja, yaitu jumlah dari suatu hal atau kejadian, biasa digunakan untuk sesuatu yang sangat jarang.
2. Indikator Proporsi: Adalah indikator yang nilai resultantenya dinyatakan dengan persen karena pembilangnya merupakan bagian dari penyebut.
3. Indikator angka atau rasio adalah ukuran dasar yang digunakan untuk melihat kejadian penyakit karena angka merupakan ukuran yang paling jelas menunjukkan probabilitas atau resiko dari penyakit dalam suatu masyarakat selama periode tertentu.
4. Indikator komposit adalah indikator yang memiliki ukuran–ukuran yang multidimensional yang merupakan gabungan dari sejumlah indikator.
D. Klasifikasi Indikator
a. Indikator masukan dan proses
Indikator yang terdiri atas indikator-indikator pelayanan kesehatan, indikator-indikator sumber daya kesehatan, indikator-indikator manajemen kesehatan, dan indikator-indikator kontribusi sektor-sektor terkait.
b. Indikator hasil antara
Indikator ini terdiri atas indikator-indikator ketiga pilar yang mempengaruhi hasil akhir, yaitu indikator indikator keadaaan lingkungan , indikator-indikator perilaku hidup masyarakat, serta indikator-indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan.
c. Indikator Hasil Akhir yaitu derajat kesehatan
Indikator hasil akhir yang paling akhir adalah indikator-indikator mortalitas, yang dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas dan indikator-indikator status gizi.
1.Pelayanan
Kesehatan
2.Sumber daya
Kesehatan
3.Manajemen
Kesehatan
4.Kontribusi
Sektor
terkait
M
e
n
u
j
u Masukan & Hasil Antara
Derajat
Kesehatan

Morbi
ditas Mor
ta
Status li
Gizi tas
Keadaan
Lingkungan proses

Perilaku Hidup
Masyarakat
Akses & Mutu
Pelayanan
Kesehatan








Indikator keberhasilan suatu program meliputi :
· Indikator Internal
Indikator internal merupakan indikator yang meliputi input, proses, dan output.
a. Input meliputi :
- Men : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia sumberdaya manusia yang menjalankannya.
- Metode : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia cara/strategi yang terencana dengan baik untuk menjalankannya.
- Money : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia dana untuk menjalankannya.
- Material : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia alat dan sarana untuk menjalankannya.
b. Proses
Pelayanan atau interaksi yang benar antara penyelenggara dengan klien atau pasien yang didokumentasi. Proses menuju bagaimana seharusnya penyelenggara memperlakukan pasien atau kliennya (Sukarni, 1994).
c. Output
Kuantitas:
Berapa banyak konsep ibni digunakan untuk mengukur ketersediaan (availability), accessibility, dan kegunaan pelayanan (Sukarni, 1994).
Kualitas:
Sifat yang esensial. Kualitas untuk mengukur mutu struktur organisasi dan proses atau pelayanan (Sukarni, 1994).
· Indikator Eksternal
a. Outcome
Hasil akhir dari perawatan, diukur dalam istilah mati, penyakit, kurang gizi, tumbuh kembang, fertilitas, disability, discomfort, dissatisfection. Outcome mengukur nilai keberhasilan dari suatu sistem yang mempengaruhi kesehatan seseorang atau penduduk (Sukarni, 1994).
b. Impact
Dampak yang ditimbulkan secara tidak langsung dari hasil akhir yang telah didapatkan.
E. Human Develeopment Index ( HDI)
The human development index (HDI) adalah suatu indikator komposit yang mengukur rata-rata pendapatan pada suatu negara dalam tiga dimensi dasar pekermbangan manusia, yaitu status kesehatan, pendidikan, dan perekonomian (2005 Human Development Report, pp.214, United Nations).
Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh United Nation Development Program setiap tahunnya, menempatkan Indonesia pada ranking yang ke 105 di antara 180 negara di dunia (1999). Saat ini Indonesia berada di ranking ke 110 di antara 162 negara (2002). Sedangkan Vietnam yang pada tahun 1995 berada di ranking ke 117, Sekarang berada di ranking ke 95 di antara 162 negara 4. HDI Vietnam saat ini lebih baik dari Indonesia.
Tiga domain utama yang dinilai pada HDI tersebut di atas, yaitu:
1. Kesehatan
2. Pendidikan
3. Ekonomi
Ketiga domain tersebut saling berinteraksi dan berinterrelasi satu dengan yang lainnya. Dapat dimengerti bahwa, tanpa kesehatan yang baik, pendidikan tidak mungkin dapat berjalan dengan baik, tanpa kesehatan yang baik dan pendidikan yang baik mustahil ekonomi keluarga masyarakat dapat membaik pula. Tanpa kesehatan dan pendidikan yang baik/prima, ekonomi kita kelak hanya merupakan “ekonomi kaki lima”. Namun sebaliknya pula, tanpa ekonomi yang kuat, kesehatan dan pendidikan keluarga/masyarakat pun tidak mungkin dapat membaik. Yang jelas disini bahwa HDI merupakan "cermin dari kecerdasan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa”. HDI merupakan tolak ukur dari masyarakat madani. Masyarakat yang kita idam-idamkan bersama, yaitu suatu tatanan masyarakat modern (masyarakat yang dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana hidupnya), masyarakat yang berbudaya, masyarakat yang beradab (sehat fisik, mental dan sosialnya), dan masyarakat yang beragama.
1. Kesehatan
Kesehatan merupakan dan harus dapat menjadi salah satu tolak ukur utama dari pembangunan dan kesejahteraan nasional suatu bangsa. Bukan hanya sebagai tolak ukur marginal/sampingan dari pembangunan suatu bangsa dan negara. Karena kesehatan, hidup sehat adalah hak asasi manusia.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, penilaian secara teratur dan terus menerus terhadap seluruh aspek pengelolaan program yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan secara mutlak perlu. Demikian pula pengawasan dan pengendalian. Kegiatan yang dimaksudkan antara lain, untuk membandinngkan kegiatan yang ada deengan keadaan yang seharusnya dicapai. Indikator indikator penilaian dikelompokkan sebagai berikut :
1. Indikator untuk perkembangan keadaan umum dan lingkungan
a. Indikator tentang kesepakatan kebijaksanaan (political will) untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan, antara lain adalah dicantumkannya bidang kesehatan dalam GBHN dan adanya peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan. Disamping itu kebijaksanaan pembangunan dibidang kesehatan telah lebih mantap dan kerjasama internasional lebih meningkat.
b. Indikator tentang upaya di luar kesehatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan, antara lain adalah pemerataan pembangunan, tingkat kepandaian membaca dan menulis, pendapatan, peningkatan sumber daya biaya, dan besarnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan desa. Tingkat kecerdasan penduduk antara lain diukur dengan tingkat pendidikan wanita. Diharapkan terdapat penurunan angka buta huruf dari sekitar 50 persen pada tahun 1976 menjadi 25 % pada tahun 2000. Peningkatan pendidikan golongan wanita mempunyai kaitan dengan peningkatan kesehatan bayi dan anak.
2. Indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan
Indikator ini antara lain, umur harapan hidup waktu lahir, angka kematian bayi dan balita, status gizi dan angka kesakitan. Pada tahun 2000 indikattor- indikator ini dapat diperinci lebih lanjut sebagai berikut :
a. Umur harapan hidup waktu lahir sekurang-kurangnya 65 tahun
b. Angka kematian bayi setinggi-tingginya adalah 46,4 per 1000 kelahiran hidup sedang angka kematian anak balita setinggi-tinggintya adalah 9 per 1000 anak balita
c. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan 2500 gram atau kurang berjumlah setinggi-tingginya 7%. Anak umur 3 tahun yang mempunyai berat badan dibawah 1,5 kg setinggi – tingginya 15%. Penderita KKP berjumlah sekitar 15%. Prevalensi xerophthalmia pada anak balita dan anak anemia gizi pada golongan rawan masing-masing turun sebanyak 70%. Jumlah penderita gondok endemik berkurang 80%. Jumlah anak sekolah dasar yang pada saat lulus berat badannya dibawah standar menurun sebanyak 50%
d. Angka kesakitan dan atau kematian yang disebabkan penyakit menular menurun menjadi 25-50% dari keadaan tahun 1980. Angka kesakitan karena diare setinggi-tingginya adalah 200 per 1000 penduduk. Daerah dengan kejadian malaria yang tinggi dipulau jawa dan bali akan berkurang 75%. Dengan demikian, tinggal sekitar 20 kecamatan mengalami kejadian malaria. Di daerah prioritas luar pulau Jawa dan Bali, dengan dilakukan tindakan penyemprotan dengan racun serangga dan pengobatan, diperkirakan angka kesakitan malaria menjadi 2%. Untuk daerah di luar pulau Jawa dan Bali, yang hanya mendapat tindakan pengobatan, angka kesakitan malaria menjadi sekitar 5-10 % pada tahun 2000
e. Angka kesakitan penyakit tuberkulosis paru-paru adalah kurang dari 2 per 1000 penduduk
f.Angka kesakitan dan kematian tetanus neonatorum adalah 1 per 1000 kelahiran
g. Jumlah penderita kelainan jiwa (psikosa) 1-3 per 1000 penduduk, dean jumlah penderita dengan gangguan jiwa yang relatif ringan (neurosa) dan gangguan perilaku 20-60 per 1000 penduduk.
3. Indikator yang berhubungan dengan upaya kesehatan. Indikator ini antara lain :
a. Tersedianya sumber tenaga, biaya dan perlengkapan
b. Penggunaan serta mutu pelayannan kesehatan
c. Pencakupan upaya kesehatan yang meliputi pencakupan imunisasi, pencakupan pertolongan persalinan, serta pencakupan penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran.
1) Angka pencakupan imunisasi untuk anak-anak dibawah 14 bulan adalah 89 %
2) Angka pencakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih adalah 89 %
3) Angka pencakupan penyediaan air bersih adalah 100 %. Seluruh penduduk telah terjangkau oleh pembuangan dan pengolahan kotoran dan bahan buangan rumah tangga.
4) Dalam peningkatan pelayanan rumah sakit diusahakan pada tahun 2000 peningkatan mutu dan jenis pelayanan serta cara menejemen Rumah Sakit.
5) Kebutuhan obat esensial dapat dipenuhi oleh pemerintah.
WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut:
a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b. Mengukur kemampuan fisik
c. Penilaian atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa tubuhe (BMI)
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan. Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat.
2. Profesionalisme. Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
4. Desentralisasi. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
2. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
3. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
5. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
6. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;
7. Meningkatnya cakupan imunisasi;
8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;
9. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;
11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;
12. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan;
13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;
14. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan
15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu :
a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun
b. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup
c. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
d. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8% menjadi 20%.

2. Pendidikan
Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Rendahnya mutu modal manusia Indonesia terutama disebabkan sistem pendidikan Indonesia yang miskin visi dan lemah konsep.
a. Mutu dan Relevansi Pendidikan
Dalam kaitan dengan mutu dan relevansi pendidikan, beberapa indikator keberhasilan pendidikan perlu dimonitor sebagai kinerja Dewan Pendidikan. Mutu dapat diukur dari seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan, melalui MBS, dapat memberikan efek terhadap prestasi belajar siswa secara optimal. Yang paling tepat untuk mengukur mutu pendidikan sebenarnya adalah hasil evaluasi ujian akhir yang diukur melalui Ujian Akhir Nasional, namun kegiatan monitoring yang dilakukan ini tidak secara langsung mengukur output pendidikan dalam pengertian prestasi belajar siswa secara akademis. Yang dimaksud dengan relevansi adalah, seberapa jauh hasil-hasil pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang, misalnya, penghasilan lulusan, keterampilan lulusan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan sebagainya.
Namun, sistem ini mungkin lebih tepat untuk memantau sejauh mana Dewan Pendidikan dapat memberikan pengaruh atau dorongan terhadap situasi belajar yang kondusif bagi peningkatan mutu serta relevansi pendidikan.
Beberapa indikator mutu dan relevansi pendidikan yang dapat dipantau oleh sistem ini antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Peningkatan persentase lulusan terhadap jumlah murid tingkat akhir yang
mengikuti ujian
(2) Pendayagunaan sarana-prasarana belajar yang lebih optimal di sekolah-
sekolah (seperti buku pelajaran, perpusatakaan, alat pelajaran, media
pendidikan, dan pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
(3) Peningkatan kualitas guru yang diukur dari rata-rata tingkat pendidikan
guru dan jumlah penataran yang diikuti.
(4) Persentase siswa pendidikan pra sekolah terhadap jumlah penduduk usia
pra sekolah.
b. Indikator Pemerataan dan Perluasan
Pemerataan dan perluasan pendidikan sebaiknya bukan hanya diukur dari seberapa banyak jumlah sarana-prasarana belajar tetapi juga menyangkut persebaran sarana-prasarana pendidikan antarsekolah dan antardaerah. Hal ini akan menyangkut prinsip keadilan di dalam pendidikan di mana setiap anak-anak di manapun dapat memperoleh akses terhadap sarana pendidikan yang sama. Pemerataan dan perluasan pendidikan juga akan berkaitan dengan tingkat partisipasi pendidikan bagi semua anak usia sekolah dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Partisipasi pendidikan itu merupakan indikator pendidikan yang digunakan oleh semua negara, sehingga dapat dibandingkan antardaerah dan bahkan antar negara.
Beberapa indikator pemerataan dan perluasan pendidikan yang dapat dipantau Dewan Pendidikan adalah sebagai berikut.
(1) Peningkatan angka partisipasi kasar (APK), yaitu persentase jumlah murid pada suatu satuan pendidikan terhadap jumlah penduduk usia yang berkaitan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(2) Angka partisipasi Murni (APM), yaitu persentase jumlah murid pada usia sekolah tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu satuan pendidikan yang bersangkutan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(3) Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu jumlah siswa pada kelompok usia tertentu yang terrepresentasikan pada beberapa satuan pendidikan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(4) Jumlah penerima beasiswa pada suatu satuan pendidikan atau suatu daerah tertentu, dengan tanpa membedakan beberapa variabel karakteristik siswa seperti: jenis kelamin, daerah, status sosial-ekonomi, dan sejenisnya.
(5) Kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan pada setiap satuan pendidikan, baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dari masyarakat.
c. Indikator Manajemen Pendidikan
Sampai saat ini masalah yang paling mendasar dalam sistem pendidikan nasional adalah efisiensi dalam manajemen pendidikan. Oleh karena itu berbagai ukuran efisiensi dan optimasi dalam manajemen pendidikan perlu dipantau dan dievaluasi secara terus-menerus dan dalam waktu yang teratur. Mengingat Dewan Pendidikan berkaitan secara langsung dengan manajemen pendidikan baik pada satuan pendidikan maupun pada daerah-daerah otonom, maka ukuran-ukuran efisiensi dan efektivitas pendidikan perlu dijadikan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja badan-badan tersebut.
Beberapa indikator manajemen pendidikan yang dapat dipantau secara terus-menerus adalah sebagai berikut.
1) Besarnya (kenaikan) anggaran pendidikan (sekolah dan daerah otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti dunia usaha.
2) Kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah yang diperoleh dari masyarakat.
3) Kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru dan tenaga kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat.
4) Perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di sekolah yang diukur dengan tingkat “turn-over”.
(5) Penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu satuan pendidikan tertentu
(6) Penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan pendidikan
(7) Peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya.
3. Ekonomi
a. APBN
Penentuan target penerimaan pajak dalam APBN selama ini tidak memadai lagi untuk menghadapi kondisi pengeluaran negara yang meningkat lebih cepat sehingga mengakibatkan semakin besarnya fiscal gap dan defisit anggaran. Untuk mengimbangi peningkatan pengeluaran negara tersebut maka diperlukan peningkatan penerimaan pajak dimana hal ini masih dimungkinkan mengingat angka tax ratio Indonesia masih rendah dan dibawah rata-rata tax ratio negara-negara berkembang di dunia.
Perhitungan potensi PPh menggunakan data : (i) Penghasilan rumah tangga Indonesia yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005, (ii) Laba usaha perusahaan BUMN dan perusahaan listing, (iii) Produk Domestik Bruto (PDB); dan (iv) Tabel Input-Output (I-O). Penggunaan data Susenas 2005 dan laba usaha perusahaan diperlukan untuk menghitung penghasilan kena pajak per lapisan dan tax base per lapisan sehingga dapat dihitung potensi PPh tiap lapisan.
· Suku Bunga
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari Selasa, 5 September 2006, memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps dari 11,75% menjadi 11,25%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan pembahasan yang mendalam selama dua hari berturut-turut, pada tanggal 4 dan 5 September 2006 yang mengevaluasi kondisi makroekonomi, hasil-hasil berbagai survei ekspektasi konsumen dan produsen, prospek ekonomi moneter dalam dan luar negeri. Kondisi kestabilan makroekonomi ini diantaranya diperkuat oleh terjaganya inflasi yang masih dalam tren menurun dan pada Agustus 2006 tercatat 0,33% (mtm) atau 14,90% (yoy).
· Kurs Rupiah
Kurs Rupiah merupakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berarti menjelaskan kedudukan ekonomi Indonesia terhadap negara lain di dunia.
· Harga Minyak
Harga rata-rata basket minyak OPEC pada bulan Agustus mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Pada awal Juli 2006 minyak OPEC diperdagangkan di level US$69,97/barel, dan sempat mengalami kenaikan ke level US$72.67/barel pada 8 Agustus 2006, di akhir Agustus menurun ke level US$65,18/barel bahkan pada perdagangan tanggal 5 September kembali menurun ke level US$63,54/barel. Sementara itu, harga minyak dunia menurut Nymex pada tanggal 1 Agustus 2006 diperdagangkan pada level US$74,91/barel. Sempat mengalami peningkatan ke level US$76,98/barel pada 8 Agustus yang merupakan harga tertinggi selama perdagangan Agustus, dan kemudian mengalami penurunan mencapai level US$70,26/barel pada akhir Agustus bahkan pada tanggal 5 September diperdagangkan di level US$67,50/barel.
· IHSG
Indeks mengalami kenaikan antara lain dipengaruhi oleh: (1) kondisi perekonomian yang semakin kondusif yang antara lain diindikasikan dengan: nilai tukar yang relatif stabil di level Rp9.000-an/US$, inflasi yang relatif rendah, pertumbuhan ekonomi kuartal II yang relatif membaik sebesar 5,2% dari 4,6% di kuartal I, dan penurunan tingkat suku bunga BI Rate (2) krisis Timur Tengah yang telah berlalu dengan ditandai oleh penurunan harga minyak dunia.
· Cadangan Devisa
Tercapainya stabilitas nilai tukar terutama ditopang oleh membaiknya indikator makroekonomi, masih menariknya imbal hasil rupiah, terjaganya faktor risiko, serta berkurangnya tekanan kenaikan suku bunga di AS. Perkembangan positif pada faktor-faktor tersebut, telah menjadi pendorong masuknya aliran dana asing ke pasar keuangan domestik, meskipun diwarnai terjadinya pergeseran penanaman asing dari SBI ke SUN dan saham. Dengan perkembangan yang positif ini cadangan devisa meningkat pada bulan ini.
· Inflasi
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,35 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,30 persen, kelompok sandang 0,35 persen, kelompok kesehatan 0,33 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,77 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 0,01 persen. Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami penurunan indeks sebesar 0,34 persen. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan Agustus 2006 antara lain: beras, uang sekolah SLTA, uang kuliah Akademi/PT, uang sekolah SD dan SLTP, ikan segar, minyak goreng, buku bacaan/pelajaran, kacang panjang, ketimun, tempe, melon, mie, nasi dengan lauk, sate, rokok kretek filter, kayu lapis, tarif kontrak rumah, pasir, tarif sewa rumah, upah tukang bukan mandor, minyak tanah, biaya keamanan, emas perhiasan, tarif rumah sakit dan uang sekolah TK. Komoditas yang mengalami penurunan harga adalah: bawang merah, cabe merah, bawang putih, cabe rawit, telur ayam ras, tomat sayur, bayam, jeruk, kelapa, semen dan bensin.
· Ekspor Impor
Penjualan barang ke luar negeri akan meningkatkan penghasilan devisa Indonesia. Dengan demikian, ekomoni Indonesia akan menguat. Sedangkan bila Indonesia terlalu banyak membeli dari luar negeri, maka devisa Indonesia akan menurun.

F. Perolehan Data
1. Jenis Data Menurut Cara Memperolehnya
· Data Primer
Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.
· Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah.
2. Macam-Macam Data Berdasarkan Sumber Data
· Data Internal
Data internal adalah data yang menggambarkan situasi dan kondisi pada suatu organisasi secara internal. Misal : data keuangan, data pegawai, data produksi, dan lain sebagainya.
· Data Eksternal
Data eksternal adalah data yang menggambarkan situasi serta kondisi yang ada di luar organisasi. Contohnya adalah data jumlah penggunaan suatu produk pada konsumen, tingkat preferensi pelanggan, persebaran penduduk, dan lain sebagainya.
3. Klasifikasi Dara Berdasarkan Jenis Datanya
· Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka. Misalnya adalah jumlah pembeli saat hari raya idul adha, tinggi badan siswa kelas 3 ips 2, dan lain-lain.
· Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna. Contohnya seperti persepsi konsumen terhadap botol air minum dalam kemasan, anggapan para ahli terhadap psikopat dan lain-lain.
4. Pembagian Jenis Data Berdasarkan Sifat Data
· Data Diskrit
Data diskrit adalah data yang nilainya adalah bilangan asli. Contohnya adalah berat badan ibu-ibu pkk sumber ayu, nilai rupiah dari waktu ke waktu, dan lain-sebagainya.
· Data Kontinyu
Data kontinyu adalah data yang nilainya ada pada suatu interval tertentu atau berada pada nilai yang satu ke nilai yang lainnya. Contohnya penggunaan kata sekitar, kurang lebih, kira-kira, dan sebagainya. Dinas pertanian daerah mengimpor bahan baku pabrik pupuk kurang lebih 850 ton.
5. Jenis-jenis Data Menurut Waktu Pengumpulannya
· Data Cross Section
Data cross-section adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu. Contohnya laporan keuangan per 31 desember 2006, data pelanggan PT. angin ribut bulan mei 2004, dan lain sebagainya.
· Data Time Series / Berkala
Data berkala adalah data yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke waktu atau periode secara historis. Contoh data time series adalah data perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004 sampai 2006.
















DAFTAR PUSTAKA
Timmreck, C Thomas. Epidemiologi suatu pengantar edisi 2 .). jakarta: EGC,2005

http://dpjp.wordpress.com/2007/04/28/indikator-kinerja-dewan-pendidikan/
file:///D:/kuliah/Tugas%20kuliah%20ulis/Midwifery/epidemiologi/human+development+index.htm
























MAKALAH
INDIKATOR KEBERHASILAN NEGARA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi oleh dosen pembimbing Putu Suriyasa, dr,SpOK,MS,MKK.










Disusun oleh:

1. Allania Hanung Psn (R0106001 )
2. Angesti Nugraheni (R0106002 )
3. Apri Sulistyaningsih (R0106003 )
4. Cintami Atmawati (R0106004 )
5. Esti Katherini A. (R0106006 )
6. Estiningtyas (R0106007 )
7. Funsu Andiarna (R0106008 )
8. Irsalina Rahma (R0106009 )
9. Satiti Setyo Siwi ( R0106011)
10. Setiya Hartiningtiyaswati (R0106012 )
11. Anindhita Y.C. (R 0106013)
12. Annisaul Khoiriyah (R 0106014)
13. Aprilica M.M. (R 0106015)
14. Arva Rochmawati (R 0106017)

FAKULTAS KEDOKTERAN
PRODI D IV- KEBIDANAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2008

nyoba posting

bisa kekirimkah??